SIKAP KETIKA MENDENGAR GHIBAH
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah,
hal yang seharusnya dilakukan seseorang yang mendengar seorang muslim
dipergunjingkan, maka hendaklah dia mencegah dan menghentikan pembicaraan itu.
Andaikan orang yang menggunjing itu tidak mau berhenti setelah diingatkan
dengan kata-kata, maka hendaklah diingatkan dengan tangan. Seandainya orang
yang mendengar ghibah tadi tidak mampu mengingatkan dengan tangan maupun dengan
lisan, maka hendaklah dia meninggalkan tempat itu. Apabila dia mendengar
gurunya, orang yang berjasa kepada dirinya atau orang yang memiliki kelebihan
dan keshalihan dipergunjingkan maka hendaknya ada perhatian lebih terhadap apa
yang telah dijelaskan di atas. [8]
Telah
datang riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah dan Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhuma,
mereka berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وما من امرئ ينصر مسلما في موضع ينتـقص فيه من عرضه وينتهـك فيه من حرمته إلا نصره الله في موطن يحب نصرته
“Barang siapa yang tidak membela saudaranya sesama
muslim pada saat kehormatan dan harga dirinya dilecehkan, maka Allah pasti
tidak akan membelanya pada saat pertolongan Allah sangat diharapkan.”
[Hadits
hasan, riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya (IV/271) dan Ahmad dalam Musnad-nya
(IV/30). Lihat juga Shahih Jami’ush Shaghir (V/160)]
Dari
Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah bersabda,
من رد عن عرض أخيه رد الله عن وجهه النار يوم القيامة “
Barang siapa membela kehormatan saudaranya, maka
Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat.”
[Hadits
shahih, riwayat Ahmad (VI/450) dan Tirmidzi (IV/327). Lihat juga Shahih
Jami’ush Shaghir (V/295)]
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
من ذب عن لحم أخيه بالغيبة كان حقا على الله أن يعتقه من النار
“Barang siapa membela daging (kehormatan)
saudaranya dari gunjingan orang lain, maka Allah pasti akan membebaskannya dari
Neraka.”
[Hadits
shahih, riwayat Ahmad (VI/461). Lihat juga Shahihul Jami’ (V/290 no. 6116)]
Ghibah
yang Diperbolehkan
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan[9], “Ghibah diperbolehkan dengan
tujuan syar’i, yang tidak mungkin mencapai tujuan tersebut melainkan dengannya,
yakni dengan enam perkara:
1. Ketika terzhalimi.
Orang
yang dizhalimi (dianiaya) boleh mengadukan orang yang menzhaliminya kepada
qadhi, hakim, penguasa, atau pihak berwajib.
2. Meminta bantuan untuk merubah dan
menghilangkan kemungkaran dan menyadarkan pelaku maksiat agar kembali ke jalan
yang benar.
3. Meminta fatwa kepada mufti dengan
menjelaskan kondisi atau keadaan orang lain dengan maksud agar mufti memahami
keadaan dan duduk perkara yang sebenarnya terjadi.
4. Memperingatkan kaum muslimin dari
bahaya.
Contoh
ghibah yang diperbolehkan dalam hal ini adalah kritik terhadap perawi hadits
(jarh wat ta’dil); menceritakan kekurangan seseorang ketika dimintai
pertimbangan sebelum melakukan urusan penting (seperti pernikahan); jika
melihat barang yang cacat atau budak yang suka mencuri atau suka mabuk, kita
mengingatkan pembeli dengan maksud memberi nasihat dan bukan untuk mengacaukan
transaksi jual beli dan merugikan pihak penjual; menasihati orang yang menimba
ilmu kepada orang fasiq atau ahli bid’ah dan dikhawatirkan orang tersebut akan
terpengaruh, maka kita menasihatinya dengan menjelaskan keadaan gurunya yang
sebenarnya; apabila kita melihat seseorang yang tidak amanah dalam
memegang jabatannya atau tugasnya dan selalu melanggar aturan agama, maka kita
dapat melaporkannya kepada atasannya dengan menjelaskan keadaaan yang
sebenarnya.
5. Orang-orang yang terang-terangan
menampakkan kefasikannya atau kebid’ahannya.
Dalam
hal ini, boleh menceritakan kejelekan yang dilakukannya dalam hal kefasikan
atau kebid’ahan yang dilakukannya secara terang-terangan. Namun tidak
diperkenankan menyebutkan kejelekan yang selain itu kecuali berdasarkan alasan
yang dapat dibenarkan.
6. Memanggil seseorang yang masyhur
(populer) dengan sebutan semacam itu, seperti misalnya memanggil seseorang yang
terkenal dengan julukan ‘si buta’, ‘si pincang’, ‘si pendek’, dsb.
Dan
sebutan ini hanya diperbolehkan untuk memberikan penjelasan keadaan orang
tersebut, adapun jika maksudnya adalah untuk mencela orang tersebut, maka hal
tersebut tidak boleh. Akan tetapi, akan sangat lebih baik apabila memberikan
penjelasan tanpa menggunakan julukan seperti itu.
Solusi Untuk Terlepas Dari Ghibah
Agar
terhindar dari ghibah, maka dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Hendaklah kita menyadari bahwa
apabila kita menggunjing seseorang, berarti kita akan mendapat kemurkaan dan
kemarahan dari Allah ‘Azza wa Jalla, sebagaimana telah disebutkan dalam
berbagai riwayat sebelumnya.
Hendaknya
kita juga menyadari bahwa pahala dan segala bentuk kebaikan yang telah susah
payah kita kumpulkan pada hari ini dan hari-hari sebelumnya, akan dilimpahkan
kepada orang yang kita ghibahi pada Hari Kiamat nanti sebagai bentuk ‘ganti
rugi’ terhadap perampasan kehormatan orang lain. Dan ketika kita tidak memiliki
sedikit kebaikan pun untuk diberikan kepadanya, maka kejelekannyalah yang akan
ditambahkan kepada kita, sehingga memberatkan timbangan keburukan kita[10].
Maka
bagaimana kesudahan kita apabila timbangan keburukan lebih berat daripada timbangan
kebaikan..?
2. Telitilah dan perbaikilah
faktor-faktor yang mendorong kita untuk berbuat ghibah.
Apakah
faktor-faktor yang membuat kita ‘menyukai’ ghibah akan memberi manfaat untuk
kita atau orang yang kita gunjing atau terlebih untuk orang lain yang ikut
mendengarkan..?
Jika
tidak, maka ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا أو ليصمت “
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.”
[Hadits
shahih, riwayat Bukhari (VII/ 184 no.6475) dan Muslim (I/68 no. 74), dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
Infotaiment = Ghibahtainment
Tidak
dapat disangsikan lagi bahwa televisi menjadi salah satu faktor terjebaknya
umat manusia dalam kecenderungan hidup yang hedonis dan permisif.
Bagaimana tidak..? Televisi telah ‘sukses’ menjadikan para pemuda
menggantungkan mimpinya hanya sebatas kebahagiaan dunia.
Idola
mereka kini adalah artis-artis muda, dengan perawakan rupawan dan uang jutaan.
Tidak jarang para pemuda dan orang tua duduk di depan televisi menunggu siaran
program infotainment, hanya untuk mendengarkan kabar terbaru dari artis idola
mereka.
Mereka
pikir bahwa mereka akan dicap gaul dan modis jika mereka mengikuti apa yang
dilakukan oleh artis idola mereka. Sungguh suatu kebobrokan akhlak yang
nyata..!!
Ingatlah
wahai kaum muslimin, tidak akan menjadi baik suatu keburukan, meski dia dihiasi
dengan keindahan dan kemewahan.
Ghibah,
atau apa pun namanya, tetap haram hukumnya, dari dulu hingga sekarang, meskipun
engkau menggantinya dengan judul yang bermacam-macam.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنه “
Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna untuknya.” (Hadits
shahih, riwayat Tirmidzi no. 2317)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar