Perpajakan Program BOS
Dalam
kesempatan ini akan dibahas kewajiban perpajakan untuk pengeluaran-pengeluaran
dana BOS.
I.
Kewajiban pajak untuk
pengadaan buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan adalah
sebagai berikut:
a.
Bagi bendaharawan /
pengelola dana BOS pada sekolah negeri kewajiban perpajakannya adalah:
1)
Memungut PPh Pasal 22
sebesar 1, 5 persen dari nilai pembelian, tidak termasuk PPN dan menyetorkannya
ke kas negara.
Dalam hal nilai pembelian tersebut tidak melebihi jumlah Rp1 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, maka atas pengadaan atau pembelian barang tersebut tidak dipotong/dipungut PPh Pasal 22.
Dalam hal nilai pembelian tersebut tidak melebihi jumlah Rp1 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, maka atas pengadaan atau pembelian barang tersebut tidak dipotong/dipungut PPh Pasal 22.
2) Atas pembelian buku buku pelajaran umum, kitab
suci, dan buku-buku pelajaran agama, PPN terutang dibebaskan.
3) Mengawasi agar pemenuhan kewajiban bea meterai
berkaitan dengan dokumendokumen, seperti kontrak, invoice, atau bukti
pengeluaran uang (kuitansi) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Kewajiban perpajakan bagi bendaharawan/pengelola
dana BOS pada sekolah bukan negeri atau pesantren salafiyahadalah:
1) Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22 karena tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
1) Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22 karena tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
2) Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab
suci dan buku-buku pelajaran agama, PPN terutang dibebaskan.
3) Mengawasi agar pemenuhan kewajiban bea meterai berkaitan dengan dokumendokumen seperti kontrak, invoice, atau bukti pengeluaran uang (kuitansi) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
3) Mengawasi agar pemenuhan kewajiban bea meterai berkaitan dengan dokumendokumen seperti kontrak, invoice, atau bukti pengeluaran uang (kuitansi) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
II. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan
dana BOS, baik pada sekolah negeri, sekolah swasta maupun pesantren salafiyah,
dialihkan untuk membayar honor tukang bangunan atau tukang kebun yang
melaksanakan kegiatan pemeliharaan atau perawatan sekolah.
Semua bendaharawan/ penanggung jawab dana BOS di masing-masing unit penerima dana BOS harus memotong PPh Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp110.000 dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp1, 1 juta, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
2) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp110.000, namun jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp1,1 juta, maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp1,1 juta harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 persen atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
3) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp110.000 dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp1,1 juta maka harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 persen dari jumlah upah harian atau rata-rata upah harian di atas Rp110 ribu.
4) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp110 ribu dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp1,1 juta, maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp1,1 juta, harus dihitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong dengan menerapkan tarif 5 persen atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
Semua bendaharawan/ penanggung jawab dana BOS di masing-masing unit penerima dana BOS harus memotong PPh Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp110.000 dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp1, 1 juta, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
2) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp110.000, namun jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp1,1 juta, maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp1,1 juta harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 persen atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
3) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp110.000 dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp1,1 juta maka harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 persen dari jumlah upah harian atau rata-rata upah harian di atas Rp110 ribu.
4) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp110 ribu dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp1,1 juta, maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp1,1 juta, harus dihitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong dengan menerapkan tarif 5 persen atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.