Meraih ampunan dihari Jum’at
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
Hari Jumat adalah hari Raya, Islam
diagungkan oleh Allah SWT karena hari Jumat dan dikhususkan-Nya kaum Muslimin
dengan hari Jumat ini. Allah SWT berfirman:
- ” …Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli…” …. (QS. Al-Jumu’ah 62: 9)
Demikian hal-nya pada hari Jumat tidak
diperkenankan mengurusi urusan duniawi (yang berlebihan) dan tiap-tiap
perbuatan yang menghalangi dari berangkat menunaikan shalat Jumat.
.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنِ
اغْتَسَلَ؟ ثُمَّ
أَتَى الْجُمُعَةَ، فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ، ثُمَّ
أَنْصَتَ حَتَّى
يَفْرُغَ مِنْ
خُطْبَتِهِ، ثُمَّ
يُصَلِّي مَعَهُ، غُفِرَ لَهُ
مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى، وَفَضْلُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
- “Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi sholat Jum’at lalu dia mengerjakan sholat sebanyak yang bisa dilakukannya kemudian dia diam -mendengarkan khutbah- sampai khotib menyelesaikan khutbahnya lalu dia menjalankan sholat bersamanya niscaya akan diampuni dosanya antara Jum’at itu dengan Jum’at yang lain ditambah tiga hari.”…. (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [4: 169])
Hadits
yang agung ini mengandung mutiara hikmah, antara lain
1.
Keutamaan mandi Jum’at (lihat Syarh
Muslim [4: 169]). Ibnu Abdil Barr berkata,
- “Saya tidak mengetahui ada ulama yang menyatakan mandi jum’at itu sebagai perkara fardhu/wajib kecuali ulama Zhahiriyah. Mereka mewajibkannya dan menganggap orang yang sengaja meninggalkannya termasuk golongan orang yang bermaksiat kepada Allah. Meskipun demikian mereka tetap menilai sah orang yang melakukan sholat Jum’at tanpa mandi sebelumnya…” …. (al-Istidzkar [5: 18]
2.
Dianjurkan untuk mengerjakan sholat sunnah mutlak -dua raka’at-dua
raka’at- tanpa ada batasan maksimal jumlah raka’atnya sebelum imam/khotib
datang untuk berkhutbah (yaitu sebelum khotib naik mimbar).
Hal ini merupakan madzhab Syafi’i dan
mayoritas ulama/jumhur (lihat Syarh Muslim [4: 169], lihat juga al-Wajiz
fi Fiqhi Sunnah wal Kitab al-’Aziz, hal. 146)
3. Hendaknya diam mendengarkan khutbah (lihat Syarh Muslim
[4: 169])
4. Berbicara
sebelum khutbah
dimulai atau -sesudah khutbah- sebelum takbiratul ihram -untuk sholat Jum’at-
adalah tidak mengapa (lihat Syarh Muslim [4: 169])
5. Luasnya
ampunan Allah ta’ala.
Di mana Allah berkenan mengampuni dosa dengan sebab amal-amal shalih yang bisa
dilakukan secara rutin oleh seorang hamba dalam setiap pekannya.
Dan hal ini juga menunjukkan betapa
besarnya kebutuhan kita terhadap ampunan dan rahmat-Nya, yang karenanya maka
Allah menjadikan banyak sebab agar hamba bisa meraih ampunan dari-Nya. Ya
Allah, ampunilah dosa-dosa kami…
6. Keutamaan
yang agung
ini hanya berlaku bagi orang yang beriman dan tidak melakukan kekafiran atau
kemusyrikan yang membuatnya keluar dari agama.
Allah ta’ala telah menegaskan
hal ini dalam firman-Nya (yang artinya),
- “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan nabi-nabi sebelummu; apabila kamu berbuat syirik maka pasti akan lenyap semua amalmu dan kelak kamu pasti termasuk golongan orang yang merugi.” …. (QS. az-Zumar: 65)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar