Pajak Atas Jasa Notaris
Apakah jasa notaris atas jasanya membuat
perjanjian / akta harus dilakukan potongan pajak penghasilan (PPh)? Pertanyaan
seperti itu seringkali disampaikan pada manajemen Pajak Kita. Untuk itu pada
kesempatan ini kami akan sedikit mengulas tentang perlakuan PPh atas notaris
yang melakukan jasanya selaku pribadi yang seringkali memakai nama Kantor
Notaris.
Berdasarkan peraturan terbaru yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (PER-31/PJ/2009), maka untuk
Notaris (Tenaga Ahli) yang memberikan jasa selaku pribadi, akan dikenakan
potongan pajak penghasilan dengan formulasi penghitungan sbb :
Tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan x 50% x Penghasilan Bruto
Di mana penghasilan bruto yang diterima notaris bersifat akumulatif selama setahun.
Adapun yang dimaksud dengan Tarif Pasal 17 berdasar Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk wajib pajak perseorangan adalah tarif progresif / bertingkat sesuai dengan jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang harus dipotong dari Notaris. Lapisan penghasilan kena pajak dan tarifnya untuk wajib pajak perseorangan adalah sebagai berikut :
Penghasilan Kena
Pajak :
s/d 50 Juta Tarif
5%
>Rp 50 Juta s/d
Rp 250 Juta Tarif 15%
>Rp 250 Juta
s/d Rp 500 Juta Tarif 25%
>500 Juta Tarif
30%
Contoh :
Seorang Notaris pada bulan Agustus 2009 menerima fee sebesar Rp100.000.000 dari PT. ABC sebagai imbalan pemberian jasa yang dilakukannya, dan selanjutnya pada bulan Oktober 2009 menerima pelunasan sisa fee sebesar Rp50.000.000.
Pada pembayaran pertama (Rp100 juta) kepada notaris di bulan Agustus 2008 dipotong pajak penghasilan sbb :
Rp100 juta x 50% x
5% = Rp 2,5 juta.
Sedangkan pada pembayaran kedua (Rp50 juta) di bulan Oktober 2009 dipotong pajak penghasilan sbb :
Rp50 juta x 50% x
15% = Rp3,75 juta.
Secara rinci penghitungan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Bulan Agustus 2009
:
Penghasilan Bruto
= 100.000.000
Dasar Pemotongan = (50% x 100.000.000) = 50.000.000
Dasar Pemotongan Akumulatif = 50.000.000
PPh 21 terutang = 5% x 50.000.000 = 2.500.000
Bulan Oktober 2009 :
Dasar Pemotongan = (50% x 100.000.000) = 50.000.000
Dasar Pemotongan Akumulatif = 50.000.000
PPh 21 terutang = 5% x 50.000.000 = 2.500.000
Bulan Oktober 2009 :
Penghasilan Bruto
= 50.000.000
Dasar Pemotongan = (50% x 50.000.000) = 25.000.000
Dasar Pemotongan Akumulatif = (50.000.000 + 25.000.000) = 75.000.000
PPh 21 terutang = 15% x 25.000.000 = 3.750.000
Jadi kalau ditotal jumlah PPh pasal 21 terutang atas nilai transaksi sebesar Rp150.000.000 adalah = Rp2.500.000 + Rp3.750.000 = Rp6.250.000
Perlu diketahui juga bahwa bila tenaga ahli di atas tidak mempunyai NPWP, maka pengguna jasa berkewajiban untuk memotong pajak penghasilan dengan tarif 20% lebih tinggi dari pajak yang seharusnya dipotong.
Jika pemberi jasa dari persekutuan tenaga ahli (berbentuk badan usaha), maka sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 perusahaan menerima/pengguna jasa wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) atas jasa lain sebesar 2% dari nilai bruto kontrak.
Penghitungan seperti contoh diatas juga berlaku untuk semua kategori tenaga ahli lainnya seperti: pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. Dan kewajiban untuk memotong pajak penghasilan atas tenaga ahli diatas wajib dilakukan oleh perusahaan pengguna/penerima jasa secara konsisten sesuai dengan ketentuan tersebut diatas.
Dasar Pemotongan = (50% x 50.000.000) = 25.000.000
Dasar Pemotongan Akumulatif = (50.000.000 + 25.000.000) = 75.000.000
PPh 21 terutang = 15% x 25.000.000 = 3.750.000
Jadi kalau ditotal jumlah PPh pasal 21 terutang atas nilai transaksi sebesar Rp150.000.000 adalah = Rp2.500.000 + Rp3.750.000 = Rp6.250.000
Perlu diketahui juga bahwa bila tenaga ahli di atas tidak mempunyai NPWP, maka pengguna jasa berkewajiban untuk memotong pajak penghasilan dengan tarif 20% lebih tinggi dari pajak yang seharusnya dipotong.
Jika pemberi jasa dari persekutuan tenaga ahli (berbentuk badan usaha), maka sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 perusahaan menerima/pengguna jasa wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) atas jasa lain sebesar 2% dari nilai bruto kontrak.
Penghitungan seperti contoh diatas juga berlaku untuk semua kategori tenaga ahli lainnya seperti: pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. Dan kewajiban untuk memotong pajak penghasilan atas tenaga ahli diatas wajib dilakukan oleh perusahaan pengguna/penerima jasa secara konsisten sesuai dengan ketentuan tersebut diatas.
Bila perusahaan
pengguna/penerima jasa tidak melakukan memotong pajak penghasilan atas
penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli tersebut diatas, maka perusahaan
pengguna/penerima jasa akan dikenakan sanksi berupa menanggung besarnya pajak
yang kurang/harus dipotong tersebut ditambah dengan sanksi berupa bunga 2%
per-bulan dari pokok kekurangan pajak yang masih harus dibayar, maksimal 24
bulan.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.