PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
1 Siapa Subjek PBB ?
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau
memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek PBB yang
dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak.
·
Dalam hal objek PBB
belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan Wajib Pajak.
·
Apabila Wajib Pajak
dimaksud memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek pajak dimaksud, maka :
ü Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud apabila keterangan dimaksud disetujui;
ü Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya
apabila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui;
ü Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan Direktur Jenderal
Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap
diterima.
·
Tanda
pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak.
B.
OBJEK PAJAK
1 Apa yang menjadi Objek PBB ?
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
·
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya;
·
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan
adalah :
- jalan lingkungan
yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks
bangunan tersebut;
- jalan TOL;
- kolam renang;
- pagar mewah;
- tempat olah
raga;
- galangan kapal,
dermaga;
- taman mewah;
- tempat
penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
- fasilitas lain
yang memberikan manfaat.
2 Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan
PBB ?
·
Objek Pajak yang
digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
·
Objek Pajak yang
digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
·
Objek Pajak
merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak;
·
Objek Pajak yang
digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik;
·
Objek Pajak yang
digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah
bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan
nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui
antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan
yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan
kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik
Negara sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
3 Bagaimana
perlakuan atas Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan ?
Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk
penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
C. TARIF PAJAK
1 Berapa besarnya tarif PBB ?
Tarif PBB adalah
tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).
D. DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PBB
1 Apa yang boleh dikurangkan
dalam penghitungan PBB ?
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
NJOPTKP diberikan kepada setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB
terutang.
2 Berapa besarnya NJOPTKP ?
NJOPTKP ditetapkan secara regional (setiap
kabupaten/kota) paling banyak sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
untuk setiap Wajib Pajak oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan
dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
3 Bagaimana perlakuan pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak yang
memiliki lebih dari satu Objek PBB ?
NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang
nilainya paling tinggi untuk satu tahun pajak.
4 Apakah dasar pengenaan PBB ?
Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales
value = NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli
yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan,
kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan
daerahnya.
Yang dimaksud dengan :
·
Perbandingan harga
dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai
jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain
yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui
harga jualnya;
·
Nilai perolehan
baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak
dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan
berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
·
Nilai jual
pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
5 Bagaimana
cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang ?
Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu
pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud
sekaligus sebagai pedoman penentuan NJOP.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi
adalah :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan;
4. kondisi
lingkungan dan lain-lain.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan
adalah :
1. bahan yang
digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4. kondisi
lingkungan dan lain-lain.
6 Apakah
dasar penghitungan PBB ?
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak
(assessment value = NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP yang
dipergunakan sebagai dasar penghitungan PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya
20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.
Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun
2002:
·
Objek PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan
sebesar 40 % dari NJOP;
·
Objek PBB lainnya :
1)
sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ) atau lebih;
2)
sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ).
7. Bagaimana cara menghitung PBB terutang ?
Penghitungan PBB adalah sebagai berikut :
-
NJOP sebagai dasar pengenaan
PBB = Jumlah
NJOP bumi dan bangunan
-
NJOP untuk penghitungan PBB = NJOP sebagai dasar
pengenaan PBB dikurangi dengan NJOPTKP
-
NJKP = (20% atau 40%)* x NJOP untuk
penghitungan PBB
-
PBB yang terutang = 0,5% x NJKP
NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi
per m2
NJOP bangunan = luas bangunan x
NJOP bangunan per m2
*) Besarnya ditentukan
berdasarkan jumlah NJOP bumi dan
bangunan dan sektor.
E.
TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG
MENENTUKAN PBB TERUTANG
1. Kapan saat PBB terutang?
Saat PBB
terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu tahun
pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)
2. Dimana tempat PBB terutang?
Tempat PBB terutang adalah :
a. untuk daerah
Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang meliputi letak objek
PBB;
b. untuk daerah
lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota, yang meliputi letak objek PBB.
F. PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK
(SPOP), SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT KETETAPAN PAJAK
(SKP)
1. Apa kewajiban subjek PBB dalam
rangka pendaftaran Objek PBB ?
Mendaftarkan
objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang ditunjuk yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB.
Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak
sebagaimana diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan
Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang.
Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah:
·
Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP
dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat
merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri;
·
Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya;
·
Lengkap berarti
seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan
ditandatangani.
2. Apa sanksi yang dapat dikenakan
apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas,
benar, dan lengkap ?
- Sanksi Administrasi
-
Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada
waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang
terutang.
-
Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa
ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi
berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
- Sanksi Pidana
-
Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP
atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi
negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau
denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;
-
Barang siapa karena dengan sengaja :
1). Tidak mengembalikan atau
menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;
2). Menyampaikan SPOP tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang
tidak benar;
3). Memperlihatkan surat
palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar;
4). Tidak memperlihatkan data
atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;
5). Tidak menunjukkan data
atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;
sehingga menimbulkan kerugian
pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau
denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi
pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana
di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak
dibayarnya denda.
3. Apakah yang dimaksud dengan
SPPT ?
SPPT adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai
besarnya PBB terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun
pajak tertentu. SPPT diterbitkan berdasarkan data sebagaimana tertulis pada
SPOP.
4. Apa hak Wajib Pajak atas SPPT ?
- Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak.
- Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB.
- Mengajukan keberatan dan atau pengurangan.
- Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.
5. Apa kewajiban Wajib Pajak atas
SPPT ?
- Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan ke KPPBB yang menerbitkan SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.
- Membayar/melunasi PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.
6. Apakah yang dimaksud dengan SKP
PBB?
SKP PBB adalah Surat Keputusan
Kepala KPPBB yang memberitahukan besarnya PBB yang terutang termasuk denda
administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan
sebagaimana mestinya.
7. Apa yang menyebabkan SKP PBB
diterbitkan ?
SKP diterbitkan apabila :
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
- Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah PBB yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.
8. Berapakah besarnya PBB terutang
dalam SKP PBB?
- Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
- Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih PBB yang terutang.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.