Kamis, 29 November 2012

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A. SUBJEK PAJAK


1    Siapa Subjek PBB ?

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi Wajib Pajak.

·         Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak.

·         Apabila Wajib Pajak dimaksud memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek pajak dimaksud, maka :

ü  Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud apabila keterangan dimaksud disetujui;

ü  Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya apabila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui;

ü  Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap diterima.

·         Tanda pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak.



B. OBJEK PAJAK
 1         Apa yang menjadi Objek PBB ?

Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.

·            Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;

·            Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

-   jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;

-   jalan TOL;

-   kolam renang;

-   pagar mewah;

-   tempat olah raga;

-   galangan kapal, dermaga;

-   taman mewah;

-   tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;

-   fasilitas lain yang memberikan manfaat.



2   Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan PBB ?

·         Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

·         Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

·         Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

·         Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

·         Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.



3   Bagaimana perlakuan atas Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan ?

Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.



C. TARIF PAJAK



1   Berapa besarnya tarif PBB ?

Tarif PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).





D.   DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PBB



1    Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan PBB ?

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP diberikan kepada setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB terutang.



2    Berapa besarnya NJOPTKP ?

NJOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.



3    Bagaimana perlakuan pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu Objek PBB ?

NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang nilainya paling tinggi untuk satu tahun pajak.



4    Apakah dasar pengenaan PBB ?

Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.

Yang dimaksud dengan :

·         Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

·         Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;

·         Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.



5    Bagaimana cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang ?

Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman penentuan NJOP.

Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi adalah :

1.   letak;

2.   peruntukan;

3.   pemanfaatan;

4.   kondisi lingkungan dan lain-lain.

Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan adalah :

1.   bahan yang digunakan;

2.   rekayasa;

3.   letak;

4.   kondisi lingkungan dan lain-lain.



6    Apakah dasar penghitungan PBB ?

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value = NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.

Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2002:

·         Objek PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebesar 40 % dari NJOP;

·         Objek PBB lainnya :

1)      sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ) atau lebih;

2)      sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ).



7.    Bagaimana cara menghitung PBB terutang ?

Penghitungan PBB adalah sebagai berikut :

-             NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Jumlah NJOP bumi dan bangunan

-             NJOP untuk penghitungan PBB = NJOP sebagai dasar pengenaan PBB dikurangi dengan NJOPTKP

-             NJKP = (20% atau 40%)* x NJOP untuk penghitungan PBB

-             PBB yang terutang = 0,5% x NJKP

NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per m2

NJOP bangunan = luas bangunan x NJOP bangunan per m2

*) Besarnya ditentukan berdasarkan jumlah NJOP bumi dan  

    bangunan dan sektor.



E.   TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PBB TERUTANG



1.   Kapan saat PBB terutang?

      Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu tahun pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)



2.   Dimana tempat PBB terutang?

Tempat PBB terutang adalah :

a.  untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang meliputi letak objek PBB;

b.  untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota, yang meliputi letak objek PBB.



F.   PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP), SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP)



1.   Apa kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran  Objek PBB ?

      Mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB.

Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang.                     

Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah:

·         Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun Wajib Pajak sendiri;

·         Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

·         Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan ditandatangani.

     

2.   Apa sanksi yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap ?

  1. Sanksi Administrasi

-          Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.

-          Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar (lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.

  1. Sanksi Pidana

-          Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;

-          Barang siapa karena dengan sengaja :

1).    Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak;

2).    Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

3).    Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;

4).    Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya;

5).    Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;

sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.



3.   Apakah yang dimaksud dengan SPPT ?

SPPT adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai besarnya PBB terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun pajak tertentu. SPPT diterbitkan berdasarkan data sebagaimana tertulis pada SPOP.



4.   Apa hak Wajib Pajak atas SPPT ?

  • Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak.
  • Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB.
  • Mengajukan keberatan dan atau pengurangan.
  • Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK Walikota/Bupati.



5.   Apa kewajiban Wajib Pajak atas SPPT ?

  • Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan ke KPPBB yang menerbitkan SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.
  • Membayar/melunasi PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.



6.   Apakah yang dimaksud dengan SKP PBB?

SKP PBB adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB yang memberitahukan besarnya PBB yang terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.



7.   Apa yang menyebabkan SKP PBB diterbitkan ?

SKP diterbitkan apabila :

  • Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
  • Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah PBB yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.



8.   Berapakah besarnya PBB terutang dalam SKP PBB?

  • Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
  • Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25% dari selisih PBB yang terutang.

Tidak ada komentar: