Selasa, 23 Oktober 2012

BPHTB Sebagai Pajak Daerah



BPHTB Sebagai Pajak Daerah

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang awalnya berdasarkan undang-undang nomor : 21 tahun 1997 sebagaimana telah dirubah dengan undang-undang nomor : 20 tahun 2000 merupakan Pajak Pusat, namun setelah dikeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-47/PJ/2010 tertanggal 22 Oktober 2010 ditegaskan bahwa mulai 01 Januari 2011 BPHTB berubah menjadi Pajak Daerah.

Secara umum pengenaan BPHTB dilatarbelakangi dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dimana tanah dan bangunan dalam penggunaannya dapat mempunyai fungsi antara lain :
a. Fungsi sosial.
b. Fungsi ekonomi.
c. Fungsi sebagai papan/tempat tinggal.
d. Fungsi sebagai lapangan usaha.
e. Fungsi sebagai alat investasi.

Dengan melihat beberapa fungsi dari tanah dan bangunan tersebut, maka mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan harus melakukan pembayaran pajak yang dalam hal ini disebut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Beberapa prinsip dasar dari pengenaan BPHTB adalah :

a. BPHTB dikenakan berdasarkan system “self Assessment” yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri hutang pajaknya.

b. BPHTB menerapkan tarif tunggal yaitu sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP), dimana NPOPKP merupakan selisih antara Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

c. Sesuai dengan pengertian dari BPHTB yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, maka yang menjadi obyek BPHTB adalah “Perolehan Hak” yang merupakan peristiwa hukum yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan, dimana orang pribadi atau badan tersebut disebut sebagai subyek pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar